Tanam padi terapkan teknologi Apung, cocok diterapkan antara lahan rawa maupun rawan banjir

Tim melalui Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)pernah asal ke Desa Muhuran, Kutai Kartanegara maupun Desa Minta, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Banyak petani padi dempet kedua desa tersebut mengeluh, sebab sering kandas panen serta produksi padi tak bisa optimal. Pasalnya, mereka memanfaatkan lahan rawa yang surut bagai lahan tanam padi.
“Lahan rawa-rawa tercatat biasa pula mendapat luapan air sungai Mahakam, ganjarannya padi terpendam air yang bisa menjabat pemicu kalah panen,” papar Kepala LPM UMY, Dr Ir Gatot Supangkat MP IPM ASEAN Eng usai pemanenan padi yang menerapkan teknologi Apung hadapan lahan demplot pertanian milik UMY, Rabu (4/1/2022).
Seiring perjalanan batas menyala, sebut Dr Gatot, LPM UMY dahulu melakukan pengabdian msyarakat hadapan Desa Muhuran maupun Desa Minta terkemuka. Salah satu inovasi teknologi kedari pertanian tanaman padi dari lahan rawan banjir dan rawa, yaitu dengan menerapkan teknologi Apung.
Menurutnya, teknologi Apung akan telah diteliti antara lahan demplot pertanian UMY sangat cocok dikembangkan antara lokasi lahan rawa-rawa maupun rawan banjir.
“Dengan demikian teknologi Apung hendak bermanfaat bagi peningkatan hasil produksi padi maupun pendapatan para petani, sebab ada peningkatan nilai ekonomi ketimbang lahan tersebut,” tandas Dr Gatot.
Selain hadapan Kalimantan Timur, sebut Dr Gatot, LPM UMY lagi buat melakukan pengabdian masyarakat serupa hadapan Pekalongan adapun memiliki mamenyimpang adapun serupa terhadap panenan tanaman padi.
Rektor UMY, Prof Dr Ir Gunawan Budiyanto MP IPM ASEAN Eng yang ikut memanen padi menerapkan teknologi Apung tersebut menjelaskan, penerapakan teknologi Apung ala LPM UMY, 100 persen menggunakan sumber daya lokal.
“Hal laksana ini lagi menjadi keuntungan tersendiri bagi kelestarian teknologi terhormat, semaka ketika tim pengabdian menarik diri, masyarakat masih tetap berdaya,” tuturnya.
Prof Gunawan menjelaskan pula, jika lahan gambut bahwa ada dempet rawa-rawa mendapat banyak manfaat bagi pertanian, tapi dempet sisi lain tanah gambut juga bisa memberikan dampak buruk bagi iklim.
“Lahan gambut sangat bermanfaat bagi pertanian. Namun, apabila lahan ini tidak dikelola lewat baik bisa berganjaran buruk bagi jagat menyertai iklim,” jelas Prof Gunawan.
Menurutnya, lahan gambut mampu menampung maka 30 persen jumlah karbon dunia agar tidak terlepas ke atmosfer. Jika karbon terlepas, maka dapat mengganjarankan perubahan iklim atas bencana alam.
“Hal ini doang menjadi argumentasi tidak bisa sembarangan ekstra dalam mengolah lahan gambut,” ungkap Prof Gunawan.
Guru Besar di Bidang Ilmu Tanah ini menambahkan, penerapan teknologi Apung atas tanaman padi, bagian daridemi impelementasi program Sustainable Development Goals (SDGs), termenganut pula SDGs dalam menuntaskan kelaparan (zero hunger).
“Dengan adanya pemanfaatan lahan rawa-rawa maupun rawan banjir menjumpai budidaya padi menerapkan teknologi Apung, semoga pula bagian atas kontribusi kami terhadap program SDGs dalam menuntaskan kelaparan,” tandas Prof Gunawan.*